CeritaRakyat Pendek Bencana Alam. Search the world's information, including webpages, images, videos and more. Google has many special features to help you find exactly what you're looking for..The initial sentence given to a Datin for abusing her maid caused an uproar in Malaysia, rocking the legal world and prompting an online petition for a stiffer punishment..ADALAH suatu yang pelik lagi
BERBAGAI peristiwa bencna alam di Lembah Palu zaman dahulu telah terekam dalam memori kolektif secara turun temurun dalam bentuk cerita rakyat atau legenda. Bukan sekedar dongeng pelipur lara orang-orang tua kepada anak cucunya, melainkan sebuah cara pengungkapan berita yang menyiratkan suatu peristiwa dan perlunya kewaspadaan. Kearifan budaya lokal itu beberapa contoh bisa ditampilkan berikut ini; Cerita tentang dikeramatkannya kucing sebagai binatang peliharaan rumah yang tidak boleh disiram air atau disakiti. Konon dapat mengakibatkan hujan deras dan banjir bah. Sebagian masyarakat tradisional di Lembah Palu masih mempercayai hal ini sebagai bentuk rasa sayang pada binatang peliharaan paling dekat dengan manusia. Syahdan suatu masa di Tanah Kaili, seekor kucing menyelam ke dalam sebuah telaga mengambil jarum milik Sang Putri yang jatuh. Akibatnya, kucing itu basah kuyub dan tak lama kemudian hujan deras dan banjir datang mengakibatkan kerusakan dan genangan air bah. Dalam mitologi beberapa suku di Sulawesi Tengah, kucing masih disakralkan tidak boleh disakiti atau disiram karena dipercaya akan menimbulkan bencana. Hal ini sekedar contoh tentang perlunya keseimbangan alam, manusia dan makhluk di dalamnya yang disimbolkan dengan kucing yang harus diperlakukan sesuai habitatnya. Legenda paling umum dikenal orang-orang tua di Sigi maupun di Donggala adalah tentang terjadinya Lembah Palu dan Danau Lindu. Konon tepi laut zaman dahulu dari Ganti di wilayah barat Donggala hingga ke arah selatan kampung Bangga dan Bora Sigi. Alkisah, dalam sebuah pelayaran dari lautan utara menuju lautan selatan, Sawerigading singgah di perairan laut Kaili dengan menambatkan perahunya di pelabuhan Bora wilayah Kerajaan Sigi Namun pada saat itu tanpa diketahui, ternyata anjing raksasa miliknya bernama Labolong turun ke darat tanpa diketahui. Pada saat mengejar buruan, Labolong terperosot dan jatuh ke dalam telaga yang menjadi kubangan tempat berdiamnya belut raksasa bernama Lindu. Maka seketika itu juga sang Lindu langsung menggigit kaki Labolong yang perkasa. Sebagai anjing pemburu, Labolong tak rela diusir begitu saja. Meskipun memberi alasan pada Lindu tentang kehadirannya di tepi telaga, tetapi alasan itu tidak digubris sang raja belut. Bahkan terus menyerang hingga Labolong yang kemudian berhasil keluar dari kubangan Lindu dengan kaki dan punggungnya sudah berdarah kena gigitan penguasa telaga itu. Saking dahsyatnya perkelahian antara kedua binatang raksasa itu, mengakibatkan gempa bumi dahsyat, menggetarkan jagad raya. Akibat pertarungan itu pula, air kubangan tempat berdiamnya Lindu berubah menjadi air bah. Terus mengalir seakan tiada henti. Telaga yang tadinya hanya kecil kemudian melebar dan air yang keluar dari perut bumi pun meluap hingga mengalir ke segala arah. Pohon-pohonan bertumbangan dan bukit-bukit di sekitar tempat sekitarnya luluh-lantak diterjang banjir bandang. Peristiwa gempa ini getarannya terasa sampai di pusat Kerajaan Sigi di arah utara tempat kapal Sawerigading berlabuh. Gempa bumi dan banjir besar dengan tanah longsor yang tumpah dari lereng pegunungan sekeliling laut teluk hingga menutupi laut Kaili. Maka sejak itu perairan teluk Kaili yang sebelumnya menjadi tempat pelayaran, akhirnya mengering menjadi daratan seperti yang terlihat saat ini menjadi Lembah Palu. Terkait sebutan Loli Tasiburi di Kecamatan banawa, dalam legenda juga dikaitkan peristiwa perkelahian anjing Labolong dengan Lindu. Konon, ketika perkelahian itu tanpa sadar Labolong dan belut raksasa itu hanyut dan terdampar di Kampung Loli Tasiburi yang kini bagian dari tepi barat Teluk Palu wilayah Banawa, Donggala. Di sinilah kedua binatang itu mati tenggelam. Sejak itu pula tempatnya dinamai Tasiburi artinya laut yang hitam, karena tempat matinya Labolong dan secara alamiah keberadaan laut di tempat tersebut cukup dalam. Dalam bahasa Bugis Labolong berarti hitam dan dalam bahasa Kaili disebut Buri. Bekas yang dilalui Lindu saat diseret dari lubangnya menjadi aliran sungai besar yang kini disebut Sungai Palu. Sedangkan bekas kubangan belut raksasa dinamai Danau Lindu yang saat ini dikenal sebagai hulu sungai Palu. Sampai sekarang masih banyak belut hidup di Danau Lindu, meskipun tidak lagi yang bentuknya raksasa seperti zaman dahulu. Danau itu terletak di sebuah dataran tinggi dalam wilayah Kecamatan Lindu, Kabupaten Sigi dikeliling kawasan Taman Nasional Lore Lindu. Ada pulang peristiwa bencana alam yang terekam dalam memori warga Watusampu Vatusampu di zaman dahulu. Suiatu masa hujan deras disertai halilintar yang terus bergemuruh sepanjang siang dan malam. Mendung yang terus menggantung di langit, menumpahkan air seakan tiada henti. Air bah mengalir selama dua hari dari lereng-lereng gunung di kawsan Watusampu. Lama kelamaan tumpukkan tanah dan bebatuan dari lereng gunung terbawa air semakin banyak hingga menutupi seluruh tepian pantai Teluk Kaili Teluk Palu wilayah barat menjadi daratan. Di ataranya kini dinamai Watusampu salah satu permukiman tua yang secara administrasi masuk wilayah Kecamatan Ulujadi. Di kawasan ini terdapat sebuah makam berusia ratusan tahun ikut tergeser dari arah lereng pegunungan ke tepi pantai dalam posisi yang tetap utuh. Makam tersebut berada di perairan beberapa meter dari tepi pantai yang oleh masyarakat Watusampu menamainya makam Pue Pasu. Seorang tokoh yang dikeramatkan, dianggap memiliki kearifan dan kedidayaan dalam menyatukan kelompok-kelompok etnis serumpun di Lembah Kaili. Memiliki hubungan sosial yang luas, sering melakukan pelayaran ke berbagai kawasan di Nusnatara, bahkan konon berlayar sampai ke Tanah Cina dengan kemampuan luar biasa dalam menaklukkan lautan. Ganasnya gelombang lautan tidak menggetarkan jiwanya setiap berlayar dan tidak mengenal situasi cuaca seburuk apapun kalau mau berlayar akan dilakukan. Posisi makam Pue Pasu yang semula berada di lereng gunung kemudian berada di tepi pantai, menyiratkan suatu peristiwa alam banjir dan longsor pernah terjadi. Mengakibatkan pergeseran tanah dan berbagai material sehingga sebagian batu besar termasuk makam bergeser ke tepi pantai. Secara toponim dalam cerita rakyat, tempat pembangunan rumah pertama di tepi pantai itu terdapat sebuah batu besar yang dinamai Vatu Sampau. Vatu berarti batu dan Sampau berarti serumpun. Secara harfiah bermakna serumpun batu. Masyarakat kemudian menamainya Vatu Sampu yang belakangan dalam penulisan popular dikenal Watusampu. JAMRIN ABUBAKAR
Walau terlihat menakutkan, menceritakan dongeng yang berkaitan dengan bencana alam sebetulnya baik untuk anak-anak. Dongeng semacam itu bisa bikin anak-anak untuk bisa menghargai alam yang ada di sekitar. Sebab, dengan menghargai alam, manusia pun bisa terhindar dari bencana alam. Dongeng semacam itu juga bisa mengajarkan anak-anak tentang nilai kehidupan jangan serakah terhadap harta, serta tidak boleh menghina orang artikel ini, kami bakal tampilkan beberapa contoh dongeng yang berkaitan dengan bencana alam. Siapa tahu bisa menjadi referensi bagi Sahabat yang mau membacakan dongeng untuk anak-anak Sahabat. Beberapa referensi tersebut adalah sebagai berikut!Dongeng Gunung LokonReferensi dongeng pertama adalah Legenda Gunung Lokon. Dongeng dari tanah Minahasa ini bercerita tentang seorang pemuda bernama Makawalang yang tinggal di Gunung hari, dia diusir dari Gunung Lokon oleh sepasang suami istri bernama Pinontoan dan Ambilingan. Mereka mengusir Makawalang karena merasa lebih layak tinggal di gunung pergilah Makawalang dari Gunung Lokon dengan hati yang sedih. Singkat cerita, Makawalang menemukan sebuah gua yang kelak menjadi tempat tinggalnya yang pun akhirnya tinggal di bagian terdalam gua tersebut. Selama tinggal di sana, Makawalang menancapkan sejumlah tiang besar penyangga tanah. Hal itu dilakukan agar bumi tidak runtuh dan pun juga ditemani kawanan babi hutan selama tinggal di gua tersebut. Sayangnya, babi-babi tersebut sering menggosok-gosokan badan mereka ke tiang-tiang penyangga. Apa yang mereka lakukan itu menimbulkan gempa bumi yang terjadi di seluruh penjuru bumi. Termasuk di gua tempat Makawalang tinggal, serta di Gunung gempa bumi bisa terhenti, Makawalang dan semua warga yang terkena gempa pun mengusir para kawanan babi. Salah satunya dengan memukul tong tong dan meneriakkan kalimat “wangko! tambah hebat lagi”.Dongeng Rawa PeningReferensi dongeng selanjutnya adalah Rawa Pening. Dongeng asal Jawa Tengah ini berkisah tentang seorang ksatria yang dikutuk penyihir akibat sifat iri hatinya kepada sang hari, sang ksatria itu bermimpi bahwa dia akan menemukan seorang wanita yang dapat melepaskan kutukannya. Dan untuk menemukan wanita tersebut, sang ksatria harus berkelana ke sejumlah berkelanalah sang ksatria ke sejumlah tempat. Salah satunya adalah sebuah daerah yang diisi oleh orang kaya. Di sana, sang ksatria dihina oleh orang-orang karena kutukan yang kesal, sang ksatria pun menancapkan sebuah lidi di salah satu sudut daerah tersebut. Lidi tersebut kemudian dilepaskan dan mengeluarkan air dalam jumlah air tersebut menenggelamkan semua warga di sana. Kelak, daerah yang pernah disambangi sang ksatria tersebut akan dikenal sebagai Rawa Situ BagenditReferensi dongeng yang terakhir adalah Situ Bagendit. Dongeng asal Garut ini berkisah tentang seorang wanita yang kaya raya. Sayangnya, wanita tersebut punya sifat pelit dan selalu menumpuk harta bendanya. Dia tak pernah mau menyumbangkan hartanya pada orang lain. Sekalipun orang lain sangat membutuhkannya. Akibat sifat buruknya tersebut, semesta pun memberikannya hukuman berupa musibah banjir tersebut berhasil menenggelamkan sang wanita beserta harta bendanya. Kelak, tempat tenggelamnya sang wanita tersebut akan dikenal sebagai Situ juga Referensi Dongeng Sebelum Tidur yang Cocok untuk Anak Usia 1 - 7 TahunItulah beberapa referensi dongeng yang berkaitan dengan bencana alam. Semoga bisa menjadi referensi untuk Sahabat yang mau membacakan dongeng soal bencana alam kepada anak-anak Anggie Warsito
CeritaRakyat Pendek Tentang Bencana Alam Gempa Bumi Gempa bumi Samudra Hindia terjadi pada pukul UTC tanggal Desember episentrumnya terletak di lepas pantai barat Sumatera, Indonesia.Guncangan gempa tersebut berskala , , dalam skala kekuatan Moment dan IX Violent dalam skala intensitas Mercalli.
Dongeng yang berkaitan dengan bencana alam. Di setiap daerah, tentu ada cerita rakyat ataupun dongeng yang berkaitan dengan bencana alam. Bencana alam adalah kerusakan yang diakibatkan oleh alam, seperti gunung meletus, gempa bumi, maupun banjir. Baca juga contoh Warta bahasa sunda yang menceritakan gempa di kota Palu dalam bahasa Sunda, dan beberapa bencana lainnya seperti banjir di Jakarta dan berita kecelakaan. Dongeng yang Berkaitan Dengan Bencana AlamSitu Bagendit dari Jawa BaratLegenda Danau Toba dari Sumatra UtaraRawa Pening dari Jawa Tengah Beberapa daftar dongeng yang berhubungan dengan bencana alam yang aku ceritakan ulang secara singkat, diantaranya. Situ Bagendit dari Jawa Barat Dongeng ini menceritakan seorang perempuan yang serakah dengan harta, dimana dia tidak suka beramal dan menyimpan semua kekayaannya untuk dirinya sendiri. Ketika banyak warga yang membutuhkan bantua, dia malah acuh dan tidak sama sekali tergetar hatinya untuk membantu. Sampai akhirnya datanglah bencana banjir yang menenggelamkan dirinya dan harta miliknya sampai menjadi sebuah danau. Legenda Danau Toba dari Sumatra Utara Menceritakan seorang petani yang menemukan seekor ikan yang menjelma menjadi seorang wanita cantik, kemudian wanita itu dinikahi. Tetapi dengan syarat, dia tidak boleh mengungkit-ungkit masa lalunya di kemudian hari. Sampai akhirnya, dia memiliki seorang anak yang bernama Samosir yang nakal. Akibat kenakalan anaknya itu, dia murka dan marah, sampai terucap satu kalimat yang sangat menyakitkan istrinya, “Dasar anak ikan.” Akibat telah melanggar janji, datanglah banjir besar yang menenggelamkan satu kampung itu, sampai sekarang menjadi Danau Toba. Baca selengkapnya Legenda Danau Toba Rawa Pening dari Jawa Tengah Cerita Rakyat Rawa Pening ini bercerita tentang seorang kesatria yang dikutuk seorang penyihir karena iri atas kesaktiannya. Kesatria itu badannya dipenuhi luka dan bau yang menyengat. Sampai akhirnya dia bermimpi bahwa ada seorang perempuan yang akan menyembuhkannya, maka dia terus berkelana mencari perempuan itu. Sampai akhirnya dia tiba di suatu daerah yang dipenuhi orang kaya raya, tidak ada orang miskin di sana. Kesatria itu diusir dan dihina. Diapun murka dan menancapkan lidi di tanah. Ketika lidi itu dicabut olehnya, keluar air yang semakin banyak dan menenggelamkan kampung itu sampai menjadi danau, atau sekarang ini disebutnya Rawa Pening. Itulah beberapa kumpulan Dongeng yang Berkaitan Dengan Bencana Alam, semoga bermanfaat. Terima kasih sudah membaca, mohon koreksi jika salah.
RelasiManusia dan Alam Dalam Cerita Rakyat - FLORES MUDA Contoh Cerita Rakyat Atau Dongeng Yang Berkaitan Dengan Bencana … Contoh Cerita Rakyat Atau Dongeng Yang Berkaitan Dengan Bencana … Contoh Dongeng yang Berkaitan Dengan Bencana Alam - Penulis Cilik disetip daerah tentu ada cerita rakyat ataupun dongeng yg … 37 Cerita Rakyat Paling Populer di Indonesia (Nusantara) Kumpulan
Sumber gambar bencana yang hilir mudik di linimasa media sosial membawa saya kembali mengingat pelajaran Geografi zaman sekolah dulu. Fakta bahwa Indonesia negara kita masuk dalam kawasan rawan bencana karena dilewati jalur gunung api Sirkum Mediterania dan Sirkum Pasifik, serta menjadi wilayah yang diapit tiga lempeng tektonik, menjadi faktor Indonesia kerap mengalami gempa bumi dan gunung tersebut sudah diketahui puluhan tahun lalu. Seharusnya bisa membuat kita lebih siap dengan segala kemungkinan bencana yang akan terjadi. Namun melihat kenyataan yang terjadi saat ini rasanya kita masih terkatung-katung setiap terjadi bencana. Puluhan korban jiwa tak terhindarkan tiap terjadi bencana alam. Negara kita masih jauh dari ideal dalam penanganan bencana, padahal jika mengacu pada fakta yang ada seharusnya mitigasi bencana masuk dalam daftar prioritas adalah salah satu orang yang percaya sejarah itu berulang. Apa yang terjadi hari ini pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Terutama dalam hal bencana alam, karena saya tinggal di Jogja saya kerap merasakan Jogja bergoyang karena gempa bumi baik tektonik maupun vulkanik, baik dalam skala besar seperti yang menimpa Jogja tahun 2006 lalu, maupun gempa dalam skala kecil, yang hampir terjadi setiap merupakan salah satu daerah rawan bencana, namun selama hidup di Jogja baru sekali saya merasakan pelatihan mitigasi bencana, itupun saya rasakan setelah gempa Jogja tahun 2006 lalu, yang berarti saya masih kelas 3 SD. Materi yang saya ingat pun hanya langkah bersembunyi di bawah meja yang kokoh saat terjadi gempa di sekolah, setelah itu tidak tahu harus melakukan rentetan bencana di awal tahun 2021 ini cukup membuat hati saya ngilu. Memori menjadi pengungsi di barak pengungsian 15 tahun lalu mengusik pikiran saya. Butuh berapa banyak korban lagi agar membuat kita sadar bahwa kita perlu melakukan PDKT lebih serius dengan bencana alam. Rasanya kita masih benar-benar asing dengan gempa bumi, gunung meletus, dan kebencanaan seharusnya mulai banyak diutarakan sedini mungkin, bukan sebagai momok. Namun sebagai suatu hal yang perlu kita siapkan jika doi datang, kita tidak kebingungan harus bersikap seperti ini saya menengok postingan mbak mentarirona di Instagram pribadinya yang membahas soal mitigasi bencana melalui cerita rakyat. Saya cukup antusias dengan apa yang ditulis oleh Mbak Rona Mentari si juru dongeng keliling. Ia menceritakan bahwa orang-orang pendahulu kita sebetulnya sudah jauh ke depan memikirkan mitigasi bencana yang dikemas menggunakan cerita satu cerita rakyat yang berhasil menyelamatkan satu daerah dari bencana alam tsunami adalah cerita rakyat Simeuleu yang disebut Smong. Cerita rakyat Smong telah menyelamatkan warga Simeuleu dari amukan tsunami pada tahun 2004 lalu. Di pulau ini, hanya tiga orang dari sekitar 70 ribu penduduk yang dilaporkan meninggal dalam bahasa setempat devayan mengandung arti gelombang besar yang terjadi setelah gempa bumi. Kisah smong merupakan salah satu budaya lokal Simeulue yang disebut Nafi-nafi. Nafi-nafi merupakan salah satu budaya tutur masyarakat berupa cerita atau dongeng yang berkisah tentang kejadian masa Smong ini banyak disampaikan kepada anak-anak. Melalui Smong anak-anak Simeuleu dikenalkan dengan gempa bumi besar, air laut surut, dan air laut naik ke daratan. Selain itu kisah Smong juga berisi pesan tindakan yang perlu dilakukan saat terjadi tanda-tanda tersebut, yaitu segera menjauhi pantai dan pergi ke tempat yang lebih kisah Smong membuat saya semakin yakin bahwa sebenarnya ada banyak pengetahuan lokal yang sebetulnya sudah dipersiapkan oleh orang terdahulu kita dalam mitigasi bencana. Kita hanya perlu mengulik dan menyebarkannya Jogja kita memiliki kisah Nyi Roro Kidul yang sangat viral bahkan sampai saat ini. Kisahnya yang paling fenomenal adalah larangan menggunakan baju warna hijau pupus ketika berada di pantai selatan, cukup membuat pengunjung pantai sangat berhati-hati saat berkunjung ke pantai peneliti tsunami purba Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI Eko Yulianto mengidentifikasi bahwa kisah Nyi Roro Kidul mengandung pesan bahwa selatan Pulau Jawa pernah terjadi tsunami dahsyat. Menurutnya dalam "Babad Tanah Jawi", Panembahan Senopati melakukan semedi sebelum mendirikan kerjaannya. Semedi tersebut memicu hawa panas yang menyebabkan gelombang besar. Menurut Eko Gelombang besar adalah metafora dari tsunami yang pernah terjadi ratusan tahun masih terus dikaji oleh pihak LIPI pengetahuan lokal ini perlu kita jaga, kita lestarikan, bukan menentangnya karena dianggap kurang rasional yang menyebabkan pengetahuan lokal terkikis. Pengetahuan lokal, mitos bisa kita lihat kemanfaatannya dari sudut pandang lain, sebagai mitigasi bencana salah satunya.
DongengYang Berkaitan Dengan Bencana Alam Cerita from dongenganak.site. Sebuah cerita dari bencana alam gunung kelud. Source: temukancontoh.blogspot.com. Beberapa daftar dongeng yang berhubungan dengan bencana alam yang aku ceritakan ulang secara singkat diantaranya. 7 warta tentang bencana alam, longsor, gempa, dan banjir, bahasa sunda.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Cerita rakyat merupakan karya sastra dalam bentuk fiksi yang bermanfaat, karena dapat memberi kesadaran tentang ajaran hidup, dan berperan juga sebagai miniatur yang dapat diaktualisasikan dalam kehidupan jelas, cerita rakyat mengandung pesan dan nilai moral yang secara kontekstual dapat berperan juga sebagai mekanisme pengendalian perilaku masyarakat. Bahkan dari cerita rakyat, ternyata juga terdapat pesan dan nilai moral bagaimana menyadari peringatan dari lingkungan dan alam. Terkadang manusia lalai menyadari peringatan dari lingkungan dan alam, akibat berlaku skeptis dan egois dalam hal menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan dan musibah bencana alam terjadi barulah menyadari, bahwa ternyata ada peran serta dari ulah manusia sendiri akibat rusaknya lingkungan dan kaitannya dengan itu, melalui artikel ini, dalam rangka sebagai pengingat bagi bersama terkait kesadaran bersama untuk menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan dan alam, inilah beberapa cerita rakyat yang sekiranya mengandung pesan dan nilai moral yang berkaitan dengan lingkungan dan Cerita rakyat batu bergaung dari Kalimantan Tengah. Ya, dari cerita rakyat batu bergaung, terdapat pesan moral terhadap lingkungan, karena dari cerita rakyat batu bergaung ini, digambarkan tentang adanya sikap yang tidak perduli dan empati terhadap lingkungan yang dilakukan oleh putri singkatnya dalam narasi cerita batu bergaung, diceritakan bahwa putri raja selalu mencuci rambutnya dengan biji wijen dan jeruk nipis di sungai dekat karena akibat ulah dari putri raja tersebut, ternyata menyebabkan kerajaan bawah sungai menjadi rusak, kotor, rakyat-rakyat menjadi tak berdaya dan lemah, serta anak-anak kerajaan bawah sungai banyak yamg meninggal. 1 2 3 4 5 Lihat Sosbud Selengkapnya
CeritaTagari Lonjo ini juga berkaitan dengan bencana alam, yaitu likuifaksi. Menurut cerita dari masyarakat Baloroa dan sekitarnya, Tagari berarti daerah , sedangkan Na'Lonjo yang berasal dari Bahasa Kaili memiliki arti tertanam atau daerah yang berawa .
Jalan beraspal hancur di Balaroa, Palu Barat, akibat likuefaksi pasca-gempa. Foto Jamal Ramadhan/kumparanTopalu'e. Tanah yang terangkat. Diyakini, kata tersebutlah yang menjadi muasal dari nama Kota Palu. Dikisahkan, daratan yang kini menjadi Kota Palu adalah lempeng yang terendam di lautan. Namun, akibat ribuan gempa dan aktivitas bumi yang luar biasa, Kota Palu terangkat’ ke permukaan. Bukannya tak mungkin. Sebab di bawah Palu adalah sesar paling aktif nomor dua di Indonesia Sesar sepanjang 500 kilometer ini membentang dari Laut Sulawesi, membelah Teluk Palu ke Lembah Koro, dan menjulur hingga Teluk Bone di Sulawesi tersebut aktif hingga saat ini. Jumat 28/9, ia bahkan menggeliat dan meluluhlantakkan Kota Palu. Hingga Minggu 7/10, tak kurang dari orang meninggal Topalu’e bagi orang modern yang berhitung mesin-angka tentu berlebihan. Namun, bagi beberapa suku asli di sekitar Palu dan Donggala, sematan predikat peringatan bagi gempa besar benar adanya. Kearifan Lokal Indonesia dan Mitigasi Bencana Foto Basith Subastian/kumparanNeneng Susilawati adalah salah satu anggota tim Ekspedisi Sesar Palu-Koro. Ia, bersama beberapa peneliti lintas disiplin macam geolog Danny Hilman dan Mudrik Daryono dari LIPI, melakukan penelitian soal Sesar Palu-Koro pada Juli 2018. Berbeda dengan para kompatriotnya, Neneng fokus ke soal sosial-budaya di daerah-daerah yang dilewati Sesar Palu-Koro. Di sini Neneng menemukan bahwa suku-suku asli di Sulawesi Tengah sebetulnya akrab dengan gempa bumi dan tsunami. Sederet gempa dan ombak besar memang tercatat pernah menerjang Kota Palu dan sekitar. Selama seratus tahun terakhir, tak kurang lima gempa dan tsunami telah menelan korban jiwa, yaitu pada Desember 1927 dan 1938 di Teluk Palu, 1968 di Teluk Tambung, dan pada Januari 1996 di Suku Kulawi–yang tinggal menyebar di sekitar Danau Lindu, Dataran Kulawi, Dataran Gimpu, dan sekitar Sungai Koro–menganggap gempa-gempa besar dan tsunami tersebut sebagai bentuk cobaan dan ujian. Bumi menuntut introspeksi dari para pemukimnya. Ini berbeda dengan gempa kecil, yang mereka pandang sebagai pertanda leluhur akan datang untuk memperkuat tulang gempa besar ini, upacara Adat Linu gempa bumi dilakukan. Anggota Suku Kulawi menyelenggarakan pemujaan terhadap Karampua Ntana Penguasa Tanah dan Karampua Langi Penguasa Langit. Tujuannya jelas, sebagai ucapan syukur bagi mereka yang selamat dan memohon perlindungan dari malapetaka kepada kedua penguasa langit-bumi tersebut. Upacara yang sama juga dilakukan saat Desa Bora diguncang gempa 6,2 magnitudo sebulan setelah tsunami Aceh di soal cerita dan kepercayaan yang ditemurunkan, mawas diri masyarakat Kulawi terhadap kehadiran gempa bumi dan tsunami yang secara konstan hadir di kehidupan mereka juga diterjemahkan ke dalam arsitektur bangunan. Rumah adat Lobo. Foto Antara FotoRumah adat masyarakat Kulawi yang bernama Rumah Lobo tersusun dari kayu, rotan, dan punya kaki yang mengangkat tubuh bangunan beberapa meter dari tanah. Tak hanya Kulawi, beberapa adat lain pun memiliki ciri arsitektur serupa. Di Desa Labean, Kecamatan Balaesang, Kabupaten Donggala, arsitektur rumah warga menyerupai rumah panggung yang sama-sama terbuat dari kayu. Begitu pula rumah Katabak yang berada di pinggir pantai. Satu elemen penting pada Rumah Lobo juga terdapat di rumah Desa Labean dan Rumah Katabak ini, yaitu badan bangunannya yang terangkat oleh tiang-tiang kayu beberapa meter dari cerita yang didapat Neneng dari penyintas tsunami tahun 1968, struktur rumah semacam itu berhasil menyelamatkan mereka. “Saat tsunami, fondasi kayu di bawah dan tiang-tiangnya hancur, tapi bagian rumahnya tidak. Kemudian rumah itu kayak perahu di atas air. Ia terseret sampai sawah dan penghuninya selamat,” ujar Neneng kepada kumparan, Minggu 7/10. Rumah warga di Labean, Kecamatan Balaesang, Donggala. Foto Dok. Neneng Susilawati/Tim Ekspedisi Sesar Palu-KoroSeiring zaman, jumlah rumah macam Lobo dan Katabak, serta yang ada di Desa Labean, terus berkurang. Begitu pula dengan upacara-upacara dan giat adat yang kini tak semeriah dulu, bahkan tak jarang dianggap bertentangan dengan agama. “Tradisi makin lama makin hilang atau menjadi bercampur dengan tradisi para pendatang,” kata Sesar Palu-Koro ia dan timnya sempat terhenti karena kekurangan sponsor. Meski begitu, mereka akan kembali ke Palu untuk melanjutkan penelitian dalam waktu dekat. Cerita rakyat dan pemilihan arsitektur yang turun-temurun, tak tercipta di ruang hampa. Ia berpatokan pada suatu kejadian atau pengalaman di masa lampau yang mendorong masyarakat untuk meneruskan pembelajaran akibat kejadian tersebut kepada generasi setelahnya. Menurut antropolog Universitas Indonesia, Sri Murni, ada beberapa kriteria bagi suatu bentuk budaya bisa disebut folklor. Selain diturunkan minimal ke dua generasi lewat tutur lisan maupun warisan, ia mustilah anonim alias milik kolektif. Ia juga berumus berpola macam cerita rakyat yang biasanya diawali klise, Pada zaman dahulu’.Walau begitu, menurut Sri Murni, ada satu karakteristik lain yang tak kalah penting dari folklor, yaitu, “Punya fungsi buat masyarakat.”Menurut Sri Murni, ada tiga macam bentuk folklor, yaitu lisan, sebagian lisan, dan bukan lisan. Folklore lisan bermacam dari nyanyian rakyat, cerita rakyat, hingga pertanyaan dan ungkapan tradisional. Sementara, sebagian lisan bisa berupa kepercayaan rakyat dan permainan rakyat. “Yang bukan lisan apa? Makanan rakyat, obat-obatan rakyat, sampai arsitektur rakyat. Folklor bukan sebatas nyanyian, bukan sebatas mitos, takhayul. Lebih luas. Ia harus punya fungsi kolektif,” kata Sri Murni saat ditemui kumparan di Kampus UI, Depok, Jumat 5/10.Fungsi kolektif folklor dalam hal kebencanaan tak hanya ditemukan di Palu dan daerah-daerah Sulawesi ujung barat Indonesia, masyarakat Pulau Simeulue mewariskan folklor lisan yang dikenal dengan sebutan Smong. Artinya tsunami. Meski apabila dirunut lebih jauh ke bahasa akarnya, Davayan, smong juga bisa diartikan sebagai bencana’. Masjid di Banda Aceh masih berdiri setelah gempa dan tsunami Aceh. Foto AFP/CHOO YOUN-KONGPada saat gempa bermagnitudo 9,2 terjadi di penghujung tahun 2004 di Aceh, smong yang dinyanyikan dari generasi ke generasi punya andil besar dalam menyelamatkan ribuan warga Pulau Simeulue dari maut. Hafal luar kepala cerita di dalam smong, penduduk lari ke dataran tinggi yang lebih aman. Dari sebuah bencana yang merenggut total 250 ribu jiwa, angka tujuh korban tewas di Simeulue merupakan catatan yang patut mon sao surito, inang maso semona Dengarkan kisah ini, pada suatu hari Manoknop sao fano, uwilah da sesewan Tenggelamlah suatu desa, begitu yang diceritakan Unen ne alek linon, fesang bakat ne mali Diawali dengan gempa bumi, diikuti surutnya air laut Manoknop sao hampung, tibo-tibo maawi Lalu seluruh negeri tiba-tiba tenggelam Ango linon nek malo oek suruk sauli Ketika terjadi gempa dahsyat, diikuti surutnya air laut Maheya mihawali fano me senga tenggi Segera cari tempat yang lebih tinggi Ede smong kahane, turiang da nenekta Tsunami, itulah namanya, yang dikatakan nenek moyang kita Miredem teher ere Ingatlah semua ini Fesan navi-navi da Pesan dan petuah Smong rumek-rumek mo Smong adalah air mandimu Linon uwak-uwak mo Gempa adalah buaianmu Elaik kedang-kedang mo Guntur adalah detakmu Kilek suluh-suluh mo Kilat adalah lampumu Alahae Simeulue Oh SimeulueMenurut naskah akademis berjudul “Smong” as local wisdom for disaster risk reduction yang ditulis oleh Ayu Suciani dan rekan-rekannya dari Universitas Samudra dan Univesitas Syah Kuala pada 2005, akar kemunculan smong bisa ditarik dari peristiwa tsunami di Simeulue yang terjadi pada 1907. Saat itu, gempa bermagnitudo 7,6 melanda Aceh pada 4 Januari 1907. Gempa menyebabkan ombak besar menyapu daratan dan membunuh lebih dari 50 persen penduduk Pulau Simeulue. Peristiwa terjadi pada hari Jumat ketika kebanyakan masyarakat tengah menjalankan ibadah salat tersebut begitu membekas dalam benak masyarakat Simeulue. Ia abadi dalam nyanyian pengingat yang menegarkan para korban tsunami, kemudian turun-temurun disenandungkan para orang tua kepada anaknya sebagai senandung heran masyarakat Simeulue sudah terbiasa untuk lari menuju dataran tinggi apabila merasakan gempa di bawah kaki mereka. Upacara Purnama Kapat di Pura Besakih, Karangasem, Bali. Foto Antara/Nyoman BudhianaFolklor soal kebencanaan juga terekam di Pulau Dewata’ Bali. Bersama dengan pulau-pulau Sunda Kecil lain yang senantiasa terancam oleh Sunda Megathrust yang menjulur dari barat Sumatera ke selatan Nusa Tenggara dan sesar-sesar lokal yang tak kalah berbahaya, Bali juga cukup sering mendapat bencana dari perut yang paling dikenal adalah Geger Bali. Gempa tersebut yang menghantam Pulau Dewata pada 1917 dengan kekuatan 7 magnitudo. Gempa yang berlangsung selama 50 detik itu membuat pura dan bangunan lain rata dengan juga pernah diguncang gempa bumi tahun 1976 berkekuatan 6,5 magnitudo, sekitar 5 kilometer di sebelah selatan pesisir Laut Bali. Peristiwa ini terekam dalam cerita rakyat yang beredar di Bali Utara, yang mengisahkan bagaimana Bukit Umanyar konon awalnya tidak berada di dekat laut.“Dahulu kala bukit itu berjalan menuju laut. Sampai akhirnya seorang pemelihara bebek terhentak dan berteriak, Bukit Umanyar berjalan menuju laut!’,” ungkap Sugi Lanus, pendiri Hanacaraka Society, menceritakan catatan peristiwa gempa 1976 yang terekam dalam lontarnya. Sugi adalah seorang pelestari, peneliti, dan ahli lontar Bali. Kebetulan, ia juga merasakan langsung gempa Bali tahun gempa bumi di Bali dan Nusa Tenggara antara tahun 1973-2013 Foto Dok. Dwiyanti KusumaningrumFolklor soal kebencanaan di Bali tak hanya terekam dalam bentuk cerita lisan. Dalam lontar Asta Kosala Kosali dan Asta Bumi, folklor dan sikap mawas diri masyarakat Bali terhadap bencana juga mewujud dalam rujukan tata ruang dan bangunan mereka. Naskah tersebut tidak menganjurkan pesisir pantai menjadi permukiman, kecuali untuk fungsi pelabuhan. Selain itu, ada pula local knowledge yang menyebut kosmologi Bali terbagi menjadi tiga hulu kepala, tengah badan, dan tĕbĕn kaki. Bagian tĕbĕn pesisir dikatakan tidak layak huni. Ini sejalan dengan Asta Kosala Kosali dan Asta Bumi yang mengisyaratkan bahaya gempa bumi dan tsunami yang menjadi eksesnya. Dampaknya nyata dan terjadi kepada dua desa kuno di Bali Timur dan Utara, yaitu Desa Tenganan dan Desa Sidatapa. Dahulu, warga kedua desa tersebut bermukim di pesisir pantai. Mereka lalu pindah ke wilayah tengah dengan alasan mencurigakan’, meski kemungkinan besar untuk menjauh dari daerah pesisir yang memiliki potensi terdampak tsunami lebih besar.“Pesisir secara turun-temurun tidak direkomendasi sebagai tempat permukiman. Hanya desa-desa pemekaran saja yang posisinya di pesisir,” ujar di balik cerita-cerita rakyat yang diturunkan lisan dari mulut ke mulut, tersimpan tujuan di dalamnya.
FxVb.